“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab, 33: 21)
Allah telah menurunkan kepada umat manusia sebuah kitab lengkap yang memandu mereka pada setiap persoalan yang akan perlu mereka pecahkan sepanjang hidup. Bagaimana mencapai kedewasaan dalam iman seseorang, bagaimana berpikir, dengan nilai-nilai mana karena hidup, dan sasaran-sasaran yang diambil dalam kehidupan semuanya disingkapkan dalam kitab suci ini… Di atas segalanya, Dia telah mengirimkan para nabi sebagai teladan yang memperlihatkan kemuliaan akhlak. Dengan melihat pada kehidupan orang-orang mulai ini, kita dapat melihat bagaimana seorang yang beriman sempurna menjalani hidupnya. Dengan memerintahkan apa yang benar dan melarang apa yang salah, para nabi membantu kaum mereka hidup dengan azas-azas keimanan sempurna. Di samping itu, dengan menceritakan kisah-kisah para nabi di masa lampau, Allah memberi mukmin contoh-contoh perilaku mulia dan sikap-sikap yang harus dianut seorang mukmin.
Sebagaimana telah disebutkan, tiada batas dapat ditetapkan pada iman seseorang dan cinta serta ketakutan yang ia miliki kepada Allah. Jika mau, orang dapat menemukan jalan ke TuhanNya dan kian mendekat kepadaNya. Karena itu, mereka yang beriman sempurna bermaksud meraih keimanan dan kebijaksanaan para nabi dan orang-orang bertakwa yang dicontohkan dalam Qur'an. Akan tetapi, ini bukanlah sasaran akhirnya. Dalam Qur'an, Allah menekankan bahwa mukmin tidak boleh menetapkan batas bagi ketakutan yang mereka miliki terhadap Allah: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu..” (QS Al-Taghabun, 64: 16) Karena alasan inilah, sasaran setiap mukmin adalah menjadi hamba Allah yang paling disayangi dan paling dekat.
Dalam ruas ini, kita akan mengingatkan mereka yang sedang dalam pencarian akhlak mulia dan sempurna tentang kisah-kisah para nabi dan mukmin yang beriman sempurna sebagaimana dicontohkan dalam Qur'an dan akan membahas cara-cara meraih kedewasaan akhlak.
Nabi Yusuf AS
Sebagaimana diceritakan dalam Qur'an, di awal kehidupannya, Nabi Yusuf AS ditempatkan ke dalam banyak cobaan, yang mana ia tanggapi dengan kedewasaan dan kepasrahan tertinggi. Tak masalah betapa mengerikan keadaan atau betapa licik persekongkolan terhadapnya, Nabi Yusuf AS tidak pernah menyeleweng dari keimanan, pengabdian, kepercayaan, dan kepasrahan kepada Allah, malah makin mendekat kepadaNya dan menunjukkan kepasrahan mutlak.
Bagi mereka yang mencari jalan untuk mendekat kepada Allah, ada banyak contoh menyolok kesempurnaan akhlak dalam kehidupan Nabi Yusuf AS. Hal pertama yang kita pelajari tentangnya adalah mimpi penting yang dilihatnya di masa kanak-kanaknya dan ulasan yang dibuat ayahnya, Nabi Yakub AS, mengenai mimpi itu:
(Ingatlah) Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: ”Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya bersujud kepadaku”. Ayahnya berkata: ”Hai anakku. Janganlah kamu ceriterakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya Setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” Dan demikianlah Tuhanmu memilihmu (untuk menjadi nabi) dan diajarkanNya kepadamu sebagian dari ta’bir mimpi-mimpi dan disempurnakanNya nikmatNya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmatNya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Yusuf, 12: 4-6)
Mengartikan mimpi ini sebagai tanda dari Allah dan menyadari bahwa Yusuf AS akan menjadi orang mulia di mata Allah pada masa depan, ayahnya ingin agar ia menyimpan mimpi ini untuk dirinya sendiri. Saudara-saudaranya, yang merasa ayah mereka lebih menyayangi Yusuf AS, menjadi cemburu atas kasih sayang ayah mereka dan menggagaskan persekongkolan terhadap Yusuf AS. Mereka mencoba membunuhnya dan menarik cinta ayah mereka kepada mereka:
Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya. (Yaitu) Ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” Seorang diantara mereka berkata: "Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat.” (QS Yusuf, 12: 7-10)
Saudara-saudaranya meninggalkan Yusuf AS di kedalaman sebuah sumur. Lalu, mereka datang kepada ayah mereka, mengatakan padanya bahwa seekor serigala telah memangsanya, dan mengajukan bajunya yang bernoda darah palsu sebagai bukti. Sekalipun ada bukti ini, Nabi Yakub AS menyadari peristiwa ini sebuah persekongkolan, mencari perlindungan kepada Allah, dan memohonkan pertolongan dariNya. Berkat tak terhitung ketaksengjaan yang telah ditetapkan takdir, sejumlah pengembara yang melewati sumur itu menemukan Nabi Yusuf AS dan menjualnya sebagai budak kepada seorang gubernur Mesir:
… Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepada ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusanNya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Yusuf, 12: 21-22)
Istri si gubernur yang membelinya mendekati Nabi Yusuf AS, yang luar biasa tampannya, dengan niat jahat. Akan tetapi, ia langsung ditolak oleh Yusuf AS. Atas hal ini, istri gubernur beralih memfitnah Yusuf AS untuk membersihkan dirinya sendiri:
Dan wanita (Zulaiha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata: ”Marilah kesini.” Yusuf berkata: ”Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (QS Yusuf, 12: 23)
Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata: ”Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?”. Yusuf berkata: ”Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya),”… (QS Yusuf, 12: 25-26)
Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah dia: ”Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu dayamu, sesungguhnya tipu dayamu besar. (Hai) Yusuf, berpalinglah dari ini, dan (kamu, hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah.” (QS Yusuf, 12: 28-29)
Wanita itu berkata: ”Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang kuperintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.” Yusuf berkata: ”Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung (untuk memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Maka, Tuhannya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Yusuf, 12: 32-35)
… tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (QS Yusuf, 12: 42)
Kini, setelah dikhianati oleh saudara-saudaranya dan secara tak adil difitnah oleh istri gubernur, Yusuf AS tidak memiliki sesuatu untuk diharapkan melainkan beberapa tahun pemenjaraan. Akan tetapi, selama tahun-tahun yang panjang ini, Nabi Yusuf AS tidak berputus asa bahkan untuk sesaat pun, melainkan, karena menyadari ada kebajikan dan kebijaksanaan di balik semua peristiwa yang telah ditetapkan Allah, berdoa penuh harap kepadaNya dan menunjukkan tekad dalam kesabaran dan keimanannya. Sungguh, bertahun-tahun kemudian, ketika sang raja mencari tafsir mimpi yang dialaminya, seorang sipir tua teringat akan Nabi Yusuf AS sebagai seseorang yang memiliki kepiawaian menafsirkan mimpi. Tafsiran Yusuf AS akan mimpi itu sangat mengesankan sang raja. Oleh karena itu, ia memanggil Yusuf AS untuk menghadapnya. Sebelum sang raja sempat berbicara kepadanya, Nabi Yusuf AS ingin agar sang raja mengetahui kebenaran tentang peristiwa penyebab ia dikirim ke penjara beberapa tahun lalu. Jadi, atas penjelasan ini, sang raja berpaling ke istri gubernur dan perempuan-perempuan kepada siapa si istri memperkenalkan Yusuf AS pada saat peristiwa itu:
… Mereka berkata: “Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan tentangnya.” Berkata isteri Al-Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.” (QS Yusuf, 12: 51)
Setelah pengakuan mereka, Nabi Yusuf AS memberikan penjelasan berikut:
(Yusuf berkata): “Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yusuf, 12: 52-53)
Kata-kata Nabi Yusuf AS ini penciri keimanan sempurnanya. Ia selalu mengetahui bahwa Allah akan menolong mukmin dan mereka yang sabar, dan bahwa Dia pasti akan menundukkan rencana mereka yang mengkhianatiNya. Kepercayaannya kepada Allah mewujud diri dalam kepasrahan kepada takdirnya. Tak masalah betapa tak menguntungkan keadaan terlihat, ia dapat melihat bahwa ada kebajikan dan kebijaksanaan di balik peristiwa-peristiwa yang telah ditentukan Allah.
Contoh lain sifat bawaan Nabi Yusuf AS adalah penolakannya memanjakan hawa nafsunya, bahkan dalam keadaan di mana ia mutlak benar. Ia tidak pernah mempercayai hawa nafsunya dan tetap selalu sadar akan kenyataan bahwa nafsu seseorang rentan akan kejahatan. Inilah bentuk akhlak yang khusus bagi mereka yang beriman sempurna yang bertindak dengan kesadaran bahwa menggunakan cara-cara iblis, hawa nafsu diam-diam mendekati manusia dan memikat mereka yang mengabaikan suara nurani.
Sikap Nabi Yusuf AS terhadap hawa nafsunya adalah wujud kedewasaan akhlaknya. Tak diragukan, nasib akhir seorang yang menunjukkan kepasrahan diri mendalam kepada Allah sedemikian dan kepercayaan kepadaNya adalah kebajikan tak berhingga. Sungguh, sebagai balasan kepasrahan kepada Allah yang terpuji ini, ia ditempatkan dalam kekuasaan atas perbendaharaan negeri Mesir. Mengaruniainya kehidupan yang baik di dunia ini dan memberinya kabar gembira surga di hari kemudian, Allah berfirman bahwa “Dia tidak akan membiarkan sia-sia pahala mereka yang berbuat kebajikan”:
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. (QS Yusuf, 12: 56-57)
Nabi Sulaiman AS
Dalam Qur'an, Allah mengungkapkan keimanan tulus Nabi Sulaiman AS sebagai berikut:
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (QS Shad, 38: 30)
Salah satu watak terpenting Nabi Sulaiman AS yang diceritakan Qur'an adalah kekuasaannya yang besar dan hartanya yang berlimpah. Di samping itu, Allah menganugerahkan banyak kepiawaian khusus kepadanya. Sebagai balasan atas semua nikmat ini, Nabi Sulaiman AS selalu berdoa kepada Allah dan berpaling kepadaNya penuh syukur. Salah satu doanya adalah sebagai berikut:
“Ya Tuhanku. Berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu-bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang saleh.” (QS Al-Naml, 27: 19)
Doa lain Nabi Sulaiman AS adalah sebagai berikut:
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi.” (QS Shad, 38: 35)
Sebagai balasan atas doanya, Allah menganugerahkan Nabi Sulaiman AS pengetahuan dan kekayaan tak tertandingi di dunia ini dan menjanjikan ganjaran terbaik di hari kemudian. Satu ayat berbunyi:
“Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik.” (QS Shad, 38: 40)
Pemanfaatan kekayaan yang tak pernah semelimpah itu sebelumnya demi tujuan Allah menyebabkan kedudukan tinggi dan teristimewa beliau di mata Allah. Sikap ini memberinya kedekatan kepada Allah dan membuatnya terus-menerus mengisi pikirannya dengan ingatan akan Allah. Sungguh Allah memberitahu kita dalam satu ayat bahwa ia mengatakan, “…Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) karena ingat kepada Tuhanku …” (QS Shad, 38: 32)
Berpaling hanya kepada Allah sementara menikmati kekayaan, tidak menjadi keras kepala terhadap Pencipta diri akibat melimpahnya harta seseorang, adalah sifat bawaan khusus mereka yang beriman sempurna. Karena itu, kesempurnaan akhlak Nabi Sulaiman AS menjadi teladan bagi segenap umat manusia.
Istri Firaun
Istri Firaun, yang menikahi seorang laki-laki yang namanya telah terpuruk dalam sejarah sebagai salah seorang penguasa paling menindas di dunia, mendapat kehormatan dikenang sebagai salah seorang Muslim paling unggul dalam sejarah. Menurut takdir yang telah ditetapkan baginya, Allah telah menentukan mukmin yang taat ini tinggal bersama dengan salah seorang laki-laki terkejam di dunia, Firaun, yang berkuasa atas bani Israil di Mesir selama masa Nabi Musa AS.
Keimanan sempurna perempuan mulia ini yang disebutkan dalam Qur'an menjadi teladan bagi semua Muslim selama-lamanya:
Dan Allah membuat isteri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman… (QS Al-Tahrim, 66: 11)
Keimanan sempurna istri Firaun menjadi teladan, sebab ia harus menempatkan keimanannya kepada Allah di bawah keadaan yang amat sukar, dengan mengambil risiko besar. Lebih-lebih, tak silau oleh kekayaan yang melimpah – yang besarnya dapat diraih hanya oleh sangat sedikit orang di dunia ini – ia memperlihatkan kesetiaan mendalam kepada Allah dan menyingkapkan kekuatan watak yang besar.
Pada saat itu, rakyat Mesir percaya bahwa Firaun memiliki kuasa ilahi. Menyalahgunakan kepercayaan rakyat Mesir ini, Firaun berani “menyatakan diri tuhan.” Sementara dikelilingi bahaya yang kasatmata itu, istri Firaun menunjukkan tekadnya kepada Allah. Sungguh yakin bahwa kepercayaan yang dianut rakyat Mesir hingga saat itu semuanya salah, ia mengakui keberadaan Allah. Jelas, inilah jalan yang meminta kesabaran besar dan hanya kesetiaan kepada Allah yang sepenuh hati dan tulus akan memungkinkannya. Karena istri Firaun seorang yang beriman sempurna, ia mengambil pendekatan yang nalar dan menyembunyikan keimanannya dari Firaun. Ia dihormati dengan diangkat sebagai teladan bagi semua perempuan:
Dan Allah membuat isteri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS Al-Tahrim, 66: 11)
Sekalipun istri Firaun dapat berfoya-foya dalam kekayaannya, ia lebih memilih kehidupan yang diabdikan hanya kepada Allah dan menimbang rida Allah di atas segalanya. Kepasrahannya kepada Allah, kepercayaannya kepada Allah, kesabaran dan kedewasaannya membuatnya teladan bagi semua manusia.
Keimanan Para Penyihir
Nabi Musa AS menyampaikan pesan Allah kepada Firaun dan mendukung kata-katanya dengan pertunjukan mukjizat yang dianugerahkan Allah kepadanya. Cara langsung dan meyakinkan Musa AS ini membuat Firaun merasa sombong. Dalam upaya menandingi pengaruh kuat Musa AS dan memperhinakannya di mata kaumnya, Firaun menyelenggarakan pertandingan antara Musa AS dan para penyihir paling terpercayanya. Firaun sebenarnya cemas semua rakyat Mesir akan mempercayai Allah dan melepaskan agama palsu mereka. Tujuan utamanya adalah keberlangsungan hidup pemerintahannya, pengorbanan pura-pura, ia pikir, mencukupi untuk melindungi dan bahkan memperkuat pemerintahan itu.
Ketika waktu yang ditetapkan tiba, Nabi Musa AS dan para penyihir muncul di hadapan umum. Ketika para penyihir melakukan sihir mereka, tali-temali dan tongkat mereka tampak menggeletar. Lalu, Musa AS melontarkan tongkatnya, yang menelan sihir para penyihir Firaun. Qur'an menceritakan kisah ini sebagai berikut:
Ahli-ahli sihir berkata: ”Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?” Musa menjawab: ”Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka, tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami wahyukan kepada Musa: ”Lemparkanlah tongkatmu!” Maka, sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. (QS Al-A’raf, 7: 115-119)
Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada Allah). Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun.” (QS Al-Syu’ara, 26: 46-48).
Pilihan para penyihir, sejalan dengan penyingkapan oleh Nabi Musa AS bahwa sihir mereka palsu, sungguh kekalahan telak bagi Firaun, dan itulah penyebab kerasnya tanggapannya. Betapa pun, ia telah diperhinakan di depan rakyatnya, ia telah kehilangan orang-orangnya yang paling andal yang berpaling ke Musa AS, dan kedudukan Musa AS sebagai ancaman besar bagi pemerintahannya telah terbentuk. Karena segenap alasan ini, ia memutuskan menghukum berat para penyihirnya:
Berkata Firaun: “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian? Sesungguhnya ia pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya.” (QS Tha-Ha, 20: 71)
Sekalipun ada ancaman mengerikan dari Firaun ini, para penyihir telah beriman kepada Allah pada saat mereka meresapi keberadaan Allah dan bersujud di hadapanNya. Mereka secara terbuka berpihak kepada Musa AS; mereka tidak merasa khawatir kehilangan kemudahan-kemudahan tertentu dari Firaun. Sementara itu, mereka memohon ampun kepada Allah karena menentang dan berjuang melawan Nabi Musa AS:
Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakanmu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan, daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahalaNya) dan lebih kekal (azabNya).” (QS Tha-Ha, 20: 72-73)
Dari cerita di atas, menjadi jelas bahwa kepasrahan seseorang kepada Allah membangkitkan kekuatan watak, daya pribadi, dan rasa tanggung jawab. Para penyihir tidak akan pernah menganut sikap mulia itu jika mereka mendamba kemudahan dari pemerintahan Firaun. Di bawah keadaan waktu itu, pengalihan mereka ke jalan yang lurus tampak bertentangan dengan kepentingan duniawi mereka.
Akan tetapi, semua peranti bagi kepentingan pribadi kehilangan maknanya bagi orang yang beriman kepada Allah. Hal itu karena Allah Yang memerintahkan jalannya semua peristiwa tersebut di atas. Orang yang beriman sempurna tidak mengajukan syarat bagi menjadi hamba Allah. Macam keimanan yang tidak terikat oleh syarat apa pun adalah keimanan yang sempurna. Dalam pengertian ini, keimanan para penyihir adalah keimanan tulus, sempurna, karena tanpa syarat.
Para Pemilik Kebun
Allah menyingkapkan kisah dua orang kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi, mereka yang hidup hingga Hari Pengadilan akan mengetahui kisah orang-orang yang hidup berabad-abad lampau:
Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu. Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengannya: ”Hartaku lebih banyak dari hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.” (QS Al-Kahfi, 18: 32-34)
Perilaku si orang kaya disebutkan dalam Qur'an sebagai termasuk ke jenis watak yg mana kita perlu menarik pelajaran. Di sisi lain, sikap berhati-hati orang kedua adalah khas orang yang beriman sempurna.
Si orang makmur sangat teranjakan dan yakin diri akibat kekayaan yang dimilikinya. Kebun-kebunnya yang berbuah dan keindahan penampakan mereka merupakan sumber utama keyakinan dirinya. Hanya karena lebih kaya dan lebih berkuasa daripada laki-laki kedua, ia berani jumawa dan angkuh:
… ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengannya: ”Hartaku lebih banyak dari hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.” (QS Al-Kahfi, 18: 34)
Melihat keindahan dan kesuburan kebun-kebunnya, laki-laki ini mengira ia tidak memerlukan Allah dan agamaNya agar kuat, dan karena itu menganut sikap berpuas diri dan tak bijaksana:
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu.” (QS Al-Kahfi, 18: 35-36)
Sebagaimana Allah tekankan dalam ayat ini, pemilik kebun menyifatkan kehampir-abadian pada kebun-kebunnya dan berani berkata terbuka bahwa kebun-kebun itu tidak rentan terhadap segala jenis bencana yang memusnahkan. Namun, ia gagal mengenali akibat besar yang diusung pandangan ini. Keangkuhannya yang lalai dan perasaan puas dirinya membuat ia orang “yang menyesatkan dirinya sendiri”.
Allah menyebutkan laki-laki lain yang juga memiliki kebun. Orang ini juga makmur, walaupun tidak semakmur laki-laki pertama… Namun kekayaannya tidak mengubah keimanan atau kepribadiannya, karena apa, ia mencatat keingkaran sahabatnya dan menjawabnya sedemikian:
“… Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikanmu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan tatkala kamu memasuki kebunmu: "Maasyaa Allah, laa quwwata illaa billah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)?”… (QS Al-Kahfi, 18: 37-39)
Dalam bagian ayat terakhir, ia segera mengingatkan sahabatnya agar jangan bersikap sombong kepada Allah atas apa yang dimilikinya dan menasehatinya agar tidak menjadi angkuh:
“… Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan anak, maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.” Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dibelanjakannya untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: ”Aduhai, kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.” Dan tidak ada bagi dia segolongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan. (QS Al-Kahfi, 18: 39-44)